Rabu, 23 Desember 2015

HELLO (A Songfic of "Hello" by Adele)


AKU turun dari panggung yang hanya beberapa sentimeter lebih tinggi dari lantai kedai wine ini. Suara sepatu yang beradu dengan lantai kayu mengiringiku kembali ke mejaku. Aku mengempaskan diri ke kursi tinggi, lalu mengecek ponselku sebentar. Tidak ada panggilan maupun pesan masuk. Menyelipkan ponsel kembali ke saku celana, aku mengangkat wajah dan melihat Asher tengah berjalan ke arahku dengan segelas wine di atas nampan.

“Merlot,” katanya.

Aku tidak memesan Merlot. Tapi itu sama sekali tidak mengejutkan.

Aku mengangkat alis, menatap gelas di bawah hidungku. Bibir gelasnya berkilau dengan warna kuning keemasan, memantulkan cahaya lampu yang tergantung rendah dari langit-langit.

“Mau memberitahuku siapa namanya sekarang?” tanyaku.

Minggu, 13 Desember 2015

ANOTHER "ABOVE THE STARS" GIVEAWAY!

Halo, halo...

Karena aku ini gak pandai berbasa-basi, jadi langsung aja, ya. Setelah membagikan tiga eksemplar Above the Stars di blog orang lain dan satu eksemplar di Goodreads, kali ini aku mau membagikan satu eksemplar Above the Stars di blog sendiri yang jarang di-update.

Apa sih Above the Stars itu?

Well, bagi yang baru mendengar tentang Above the Stars, novel ini merupakan bagian dari seri YARN yang diterbitkan oleh penerbit Ice Cube. Above the Stars secara lebih detil merupakan novel young adult LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgenderdan alasan kenapa aku menjabarkan ini adalah karena menurut pengalaman di giveaway sebelumnya, ternyata masih ada yang belum tahu LGBT itu apa) yang bercerita tentang bagaimana kehidupan Danny berubah setelah dia bertemu Will. Danny itu tunanetra, omong-omong.


Blurb Above the Stars:

“Kau tidak takut jatuh?” tanya Mia.

Danny menggeleng.

“Aku takut jatuh,” aku Mia dengan polos. “Kalau kau takut apa?”

Danny tidak langsung menjawab. Ia juga tidak menolakkan kaki ke tanah lagi untuk menambah kecepatan ayunan. Senyuman di wajahnya perlahan-lahan memudar. “Aku takut tidak bisa melihat selamanya.”


Menurut Danny Jameson, hidupnya tidak pernah mudah. Ia punya orangtua yang protektif, mesin tik Braille yang tidak dimiliki teman-temannya, dan semacam magnet yang menarik John Schueller untuk terus mengganggunya. Namun, yang paling buruk adalah ia punya sepasang mata biru yang tidak bisa melihat. Ketika Danny berpikir Mia Berry akan menjadi satu-satunya teman yang ia punya, Will Anderson datang dan mengubah hidupnya. Will memperlihatkan kepadanya dunia yang ingin ia lihat. Will juga membuat Danny mempertanyakan sesuatu tentang dirinya. Tapi, sebelum Danny sempat menemukan jawabannya, Will menghilang


Oke, kembali lagi ke giveaway-nya. Syaratnya mudah saja (karena aku orangnya gak suka sama yang ribet-ribet):


  1. Follow akun Twitter-ku di @authorde.
  2. Twitpic gambar di bawah ini dan tuliskan:
    "Yuk, ikut giveaway ABOVE THE STARS karya @authorde di sini: (paste link postingan ini)."




    (jangan lupa twitpic gambar di atas.)


  3. Karena aku lagi brainstorming untuk novel selanjutnya, tolong jawab pertanyaan ini:
    "Kalian pengin baca novel yang tokohnya seperti apa?"
    dengan format:

    Twitter:
    Link twitpic (share):
    Jawaban:
     

    Contoh jawaban:  (1) aku pengin baca novel yang tokoh utama ceweknya itu matre, terus malah jatuh hati sama cowok yang sederhana. Atau (2) aku pengin baca novel yang tokoh utama cowoknya itu korban bullying karena dia gay dan mau bunuh diri, tapi dihentikan sama seorang cowok yang kemudian membuat si tokoh utama jatuh hati.

    Tokohnya boleh cewek x cowok, cowok x cowok, cewek x cewek, atau bahkan transgender sekalipun. Bebas! Berikan jawaban terbaikmu karena satu peserta dengan jawaban paling menarik akan mendapatkan satu eksemplar Above the Stars. Dan sebagai informasi untuk kalian, aku suka ide yang "liar" dan "nyeleneh".
Giveaway ini berakhir di akhir tahun.
 
So, that's it! May the odds be ever in your favor.

Salam hangat,

D

Minggu, 20 September 2015

Darren Johnson and The Legatus of Ethra


SUNGGUH, menghabiskan hari Sabtu dengan mengunjungi galeri lukisan sama sekali bukan ideku. Itu ide Mom. Kalau kalian tanya aku, aku akan dengan senang hati membungkus diri dengan selimut dan tidur sepanjang hari. Tapi, Mom berpendapat lain. Menurutnya, akhir pekan itu harus dihabiskan dengan hal-hal yang bermanfaat, seperti menyeret putra satu-satunya ke sebuah galeri lukisan membosankan di New Bond Street.

“Mom, demi Tuhan, ini hari Sabtu!” erangku saat Mom menarik selimutku.

“Aku tahu,” balas Mom riang. “Dan kau sudah berjanji akan menemaniku ke D’Art hari ini.”

Masih berbaring, aku mengerutkan kening, mengingat-ingat. Mom pasti melihat itu karena kemudian ia berkata, “Jangan berlagak lupa. Kau sudah berjanji Selasa kemarin.”

Aku melebarkan mata. “Kau pasti tidak berpikir aku serius waktu itu.”

Mom diam saja.

“Mom!” aku berseru. “Kau tidak bisa menganggap aku serius waktu itu. Aku berjanji hanya agar kau memberiku uang untuk membeli sepatu baru. Aku sama sekali tidak serius.”

Well, aku menganggap serius semua janji yang diucapkan oleh—khususnya—laki-laki.”

“Tidak adil,” protesku. “Sepatu lamaku sudah tidak layak pakai. Aku butuh sepatu baru. Kau tidak boleh mengambil keuntungan dari sepatu lamaku yang tidak layak pakai.”

“Pelajaran pertama hari ini, Darren,” kata Mom, “jangan mengucapkan janji yang tidak mau kaupenuhi.”

“Kecuali kalau kau punya alasan mendesak seperti sepatu lama tidak layak pakai yang butuh segera diganti,” tandasku datar. Aku menarik selimut sampai melewati kepala, baru memejamkan mata selama satu detik ketika selimutku kembali tertarik ke bawah.

“Darren, bangun.”

“Tidak.”

“Darren Brian Johnson...!”

Pada akhirnya, aku benar-benar menemani Mom ke D’Art. Kalau orangtua kalian sudah memanggil kalian dengan nama depan-tengah-belakang, kusarankan, nih: berhenti sajalah bersikap keras kepala. Karena kalau tidak, biasanya hal-hal buruk bakal menimpamu.

Aku mengekori Mom pindah dari satu ruangan ke ruangan lain, dari satu koridor ke koridor lain tanpa semangat. Aku tidak habis pikir apa yang menarik dari sebuah galeri lukisan. Ruangan dan koridor yang lengang, dinding yang dipasangi lukisan—menurutku, itu semua membosankan.

Kami beranjak ke ruangan lain. Mom langsung menghampiri sisi kanan ruangan. Aku mendesah dan mengedar pandangan. Saat itulah aku melihat lukisan itu, tergantung di sisi kiri ruangan.

Kamis, 17 September 2015

Why Gay Themed Novel?

So, few days ago, I got a big question from a cool book blogger named Sulis. The story goes like this: she read my debut novel, Above the Stars, which is gay themed lit, and I told her that my second novel that I am writing is also a gay themed lit. Then, she asked me this big question: why do I like to write LGBT novel? And perhaps, Sulis is not the only one who is curious about that. So, here I am trying to give an answer. Actually, I had given Sulis a three-sentences-long answer. What I am about to give now is a longer version of it.

Selasa, 04 Agustus 2015

[CERPEN] JABAT TANGAN KITA

Dari mana cerita kita bermula?

...

Ah, ya, kurasa jabat tangan itu. Cerita kita diawali oleh sebuah jabat tangan yang singkat. Tidak terduga, bukan? Bagaimana sebuah jabat tangan sesingkat itu, sesederhana itu, mampu mengawali sebuah cerita yang panjang seperti ini. Tapi, baiklah...

Selasa, 16 Juni 2015

SEPTEMBER



So, here September comes
Again
And summer is gone
Autumn is welcomed
The leaves are dancing with the wind,
and the wind is blowing silently above the ground
The ground I am standing on
The ground you are lying inside


I...
I don’t want a September
I want...
you


But, now autumn is gone
And here winter comes
Freezing
Haunting
Still you are under the ground
Soundless
Moveless


But, I...
.
.
.
.
.
want you

Senin, 15 Juni 2015

PERHAPS



 Perhaps, I should have never opened this door
and stepped outside
Perhaps, I am meant to stay inside,
sit in the corner of the room,
and warp myself with both pathetic arms
Alone,
and be friend with darkness,
emptiness,
loneliness
Perhaps, it is not my world,
my place,
my home
Perhaps, I ain’t destined to see the world as I wish,
and be someone I always want to be
Perhaps, I have no rights to speak
Or, perhaps, my voice is too weak to be heard,
and I am too small to be recognized
Perhaps, I am nothing outside this door,
but I am me as long as I stay inside
But, what are senses of being me without the world knows?
Perhaps, this key in my grasp is made for some reason
Perhaps, it is made to lock me inside once and forever
Perhaps, I should have thrown this key to somewhere unseen,
and never opened this door
Perhaps...
Perhaps....
.
.
.
.
.
.
.
.