SUNGGUH,
menghabiskan hari Sabtu dengan mengunjungi galeri lukisan sama sekali bukan
ideku. Itu ide Mom. Kalau kalian tanya aku, aku akan dengan senang hati
membungkus diri dengan selimut dan tidur sepanjang hari. Tapi, Mom berpendapat
lain. Menurutnya, akhir pekan itu harus dihabiskan dengan hal-hal yang
bermanfaat, seperti menyeret putra satu-satunya ke sebuah galeri lukisan membosankan
di New Bond Street.
“Mom, demi Tuhan,
ini hari Sabtu!” erangku saat Mom menarik selimutku.
“Aku tahu,” balas
Mom riang. “Dan kau sudah berjanji akan menemaniku ke D’Art hari ini.”
Masih berbaring,
aku mengerutkan kening, mengingat-ingat. Mom pasti melihat itu karena kemudian
ia berkata, “Jangan berlagak lupa. Kau sudah berjanji Selasa kemarin.”
Aku melebarkan
mata. “Kau pasti tidak berpikir aku serius waktu itu.”
Mom diam saja.
“Mom!” aku
berseru. “Kau tidak bisa menganggap aku serius waktu itu. Aku berjanji hanya
agar kau memberiku uang untuk membeli sepatu baru. Aku sama sekali tidak
serius.”
“Well, aku menganggap serius semua janji
yang diucapkan oleh—khususnya—laki-laki.”
“Tidak adil,”
protesku. “Sepatu lamaku sudah tidak layak pakai. Aku butuh sepatu baru. Kau
tidak boleh mengambil keuntungan dari sepatu lamaku yang tidak layak pakai.”
“Pelajaran
pertama hari ini, Darren,” kata Mom, “jangan mengucapkan janji yang tidak mau
kaupenuhi.”
“Kecuali kalau kau
punya alasan mendesak seperti sepatu lama tidak layak pakai yang butuh segera
diganti,” tandasku datar. Aku menarik selimut sampai melewati kepala, baru
memejamkan mata selama satu detik ketika selimutku kembali tertarik ke bawah.
“Darren, bangun.”
“Tidak.”
“Darren Brian
Johnson...!”
Pada akhirnya,
aku benar-benar menemani Mom ke D’Art. Kalau orangtua kalian sudah memanggil
kalian dengan nama depan-tengah-belakang, kusarankan, nih: berhenti sajalah
bersikap keras kepala. Karena kalau tidak, biasanya hal-hal buruk bakal
menimpamu.
Aku mengekori Mom
pindah dari satu ruangan ke ruangan lain, dari satu koridor ke koridor lain
tanpa semangat. Aku tidak habis pikir apa yang menarik dari sebuah galeri
lukisan. Ruangan dan koridor yang lengang, dinding yang dipasangi
lukisan—menurutku, itu semua membosankan.
Kami beranjak ke
ruangan lain. Mom langsung menghampiri sisi kanan ruangan. Aku mendesah dan
mengedar pandangan. Saat itulah aku melihat lukisan itu, tergantung di sisi
kiri ruangan.